BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di antara fenomena atau wujud kebudayaan, yang merupakan bagian inti kebudayaan adalah nilai-nilai dan konsep-konsep dasar yang memberikan arah bagi berbagai tindakan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila masalah ini menjadi agenda pembicaraan yang tidak henti-hentinya, terutama di tengah masyarakat yang sedang berkembang karena kebudayaan dalam keseluruhannya akan terkait juga dengan identitas masyarakat yang menghasilkannya.
Dalam perspektif historis, kita sebagai bangsa telah mengalami berbagai dan berulang kali proses akulturasi, yakni tatkala kita bersemuka dengan kebudayaan-kebudayaan besar dari luar Indonesia, dengan "yang lain", di antaranya: India dengan agama Hindu dan Budhanya, kebudayaan yang menyertai agama Islam, dan kebudayaan Eropa berikut konsep modernisasinya. Dalam sejumlah tulisannya, Umar Kayam telah berkali-kali mengingatkan hal itu.
Akulturasi besar yang terjadi pada masa lampau membuktikan bahwa kita sebagai bangsa mampu menyaring dan menyesuaikan unsur asing itu ke dalam tata kehidupan dengan cara sedemikian rupa, sehingga terasa layak dan cocok serta tak terpaksaan. Kini, kita pun masih berada dalam proses tegursapa dengan "yang lain" itu, terutama dengan budaya Barat, yang dalam kenyataannya telah terlebih dahulu mendunia. Akulturasi ini telah seiring dengan upaya-upaya "pembangunan "di segala bidang.
Pembangunan sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan pembaharuan yang terencana dan dilaksanakan dalam tempo yang relatif cepat, tidak dapat dipungkiri telah membawa kita pada kemajuan iptek, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kecanggihan sarana komunikasi, dan sebagainya. Akan tetapi, pada sisi yang lain, pembangunan yang hanya dipandu oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan keamanan, yang dalam kenyataannya telah meningkatkan kesejahteraan sebagian (kecil) dari keseluruhan kehidupan bangsa kita, telah pula menciptakan jarak yang lebar antara si kaya dan si miskin, antara kecanggihan dan keterbelakangan. Oleh karena itu, penyimakan yang cermat dan saksama terhadap masalah-masalah budaya yang muncul mengiringinya merupakan suatu hal yang sama sekali tak boleh diabaikan.
1.2 Tujuan
'Kebudayaan merupakan bagian yang fundamental dari setiap orang serta masyarakat, dan karena itu pembangunan yang tujuan akhirnya diarahkan bagi kepentingan manusia harus memiliki dimensi kebudayaan'.
Harkat dan martabat suatu bangsa, di samping hal-hal lain, juga ditentukan oleh tingkat kebudayaannya. Demikian pula, keunggulan budaya suatu bangsa, begitu bergantung pada daya dukung masyarakatnya sebagai pewaris sekaligus sebagai agen kultural yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat tersebut. Dalam konteks semacam inilah situasi "sadar budaya" yakni, di satu sisi, kesadaran terhadap keserbanekaan bahwa kita sebagai bangsa tidak pernah selalu bersifat singular, tetapi plural; sementara pada sisi lain, kita pun tidak bisa mengisolasi diri untuk tidak bergaul dengan bangsa-bangsa lain berikut budayanya, menjadi semacam imperatif yang mendesak untuk diaktualisasikan lewat berbagai upaya yang dimungkinkan, termasuk di dalamnya lewat "pendidikan" (pembudayaan).
Tujuan dari pembahasan ini akan dikhususkan mengenai KEARIFAN BUDAYA DAERAH MENDUKUNG KETAHANAN BUDAYA NASIONAL.
1.3 Sasaran
Dalam ruang lingkup yang lebih luas peran kebudayaan daerah dalam mendukung ketahanan budaya nasional dimana di negara kita (Indonesia) begitu beraneka ragam suku dan budaya, bahkan di provinsi irian jaya saja memiliki lebih dari 200 suku dan itu memungkinkan bahwa setiap suku memiliki keaneka ragamannya masing – masing baik dari segi bahasa maupun budaya.
• Kebudayaan Daerah Indonesia
• Suku dan Adat Istiadat Di Indonesia
• Bhineka Tunggal Ika
BAB II
PERMASALAHAN
2.1 Kebudayaan Daerah Di Indonesia
Indonesia mempunyai berbagai macam kebudayaan. Hampir setiap pulau ditinggali oleh suku dan ras dan tiap-tiap suku dan ras mempunyai kebudayaannya sendiri. Ada beberapa contoh Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi yaitu Suku Baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat Baduy pada umumnya terletak pada daerah aliran sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng – Banten Selatan. Letaknya sekitar 172 km sebelah barat ibukota Jakarta; sekitar 65 km sebelah selatan ibukota Provinsi Banten.
Masyarakat Baduy yang menempati areal 5.108 ha (desa terluas di Provinsi Banten) ini mengasingkan diri dari dunia luar dan dengan sengaja menolak (tidak terpengaruh) oleh masyarakat lainnya, dengan cara menjadikan daerahnya sebagai tempat suci (di Penembahan Arca Domas) dan keramat. Namun intensitas komunikasi mereka tidak terbatas, yang terjalin harmonis dengan masyarakat luar, melalui kunjungan.
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, masyarakat yang memiliki konsep inti kesederhanaan ini belum pernah mengharapkan bantuan dari luar. Mereka mampu secara mandiri dengan cara bercocok tanam dan berladang (ngahuma), menjual hasil kerajinan tangan khas Baduy, seperti Koja dan Jarog (tas yang terbuat dari kulit kayu Teureup); tenunan berupa selendang, baju, celana, ikat kepala, sarung serta golok/parang, juga berburu.
Masyarakat Baduy bagaikan sebuah negara yang tatanan hidupnya diatur oleh hukum adat yang sangat kuat. Semua kewenangan yang berlandaskan kebijaksanaan dan keadilan berada di tangan pimpinan tertinggi, yaitu Puun. Puun bertugas sebagai pengendali hukum adat dan tatanan hidup masyarakat yang dalam menjalankan tugasnya itu dibantu juga oleh beberapa tokoh adat lainnya. Sebagai tanda setia kepada Pemerintahan RI, setiap akhir tahun suku yang berjumlah 7.512 jiwa dan tersebar dalam 67 kampung ini mengadakan upacara Seba kepada “Bapak Gede” (Panggilan Kepada Bupati Lebak) dan Camat Leuwidamar.
Pemukiman masyarakat Baduy berada di daerah perbukitan. Tempat yang paling rendah berada pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Sehingga dapat dibayangkan bahwa rimba raya di sekitar pegunungan Kendeng merupakan kawasan yang kaya akan sumber mata air yang masih bebas polusi. Lokasi yang dijadikan pemukiman pada umumnya berada di lereng gunung, celah bukit serta lembah yang ditumbuhi pohon-pohon besar, yang dekat dengan sumber mata air. Semak belukar yang hijau disekitarnya turut mewarnai keindahan serta kesejukan suasana yang tenang. Keheningan dan kedamaian kehidupan yang bersahaja.
2.2 Analisis Permasalahan
Analisis permasalahan Kearifan Budaya Daerah Mendukung Ketahanan Budaya Nasional dapat di tinjau dari berbagai hal misalnya dari teori SWOT (Strength , Weakness, Opportunity, Threat)
2.2.1 Kekuatan (Strength)
• Bhineka Tunggal Ika
Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari buku atau kitab sutasoma karangan Mpu Tantular / Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.
Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula diartikan : Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
2.2.2 Kelemahan (Weakness)
• Kurang Sadar Terhadap Pelestarian Budaya Daerah
Masyarakat kita cendrung terlalu sibuk dengan kepentingan masing-masing bahkan lebih ingin merasa unggul dibandingkan orang di sekitarnya jangakan sadar dengan budaya daerah, sadar bahwa ada orang lain yang jauh kurang beruntung saja tidak pernah. Itulah sebagian kecil kelemahan masyarakat kita terhadap ketahan budaya nasional.
2.2.3 Peluang (Opportunity)
• Keunikan Budaya Menghasilkan Devisa Bagi Negara
Indonesia Negara yang kaya akan kultur budaya dan bisa kita manfaatkan untuk promosi kedunia luar misalnya Upacara Ngaben di Bali adalah upacara penyucian atma (roh) fase pertama sebagai kewajiban suci umat Hindu Bali terhadap leluhurnya dengan melakukan prosesi pembakaran jenazah.
Seperti yg tulis di artikel ttg pitra yadnya, badan manusia terdiri dari badan kasar, badan halus dan karma. Badan kasar manusia dibentuk dari 5 unsur yg disebut Panca Maha Bhuta yaitu pertiwi (zat padat), apah (zat cair), teja (zat panas) bayu (angin) dan akasa (ruang hampa). Kelima unsur ini menyatu membentuk fisik manusia dan digerakan oleh atma (roh). Ketika manusia meninggal yg mati adalah badan kasar saja, atma-nya tidak. Jadi ngaben adalah proses penyucian atma/roh saat meninggalkan badan kasar.
Dari satu contoh keunikan budaya yang kita miliki dapat menarik wisatawan asing untuk datang kenegara kita dan menambahkan devisa bagi Negara.
2.2.4 Tantangan (Threat)
- Pengaruh Teknologi
Sekarang tidak heran jika anak kecil tidak hafal dengan lagu bintang kecil atau topi saya bundar, karena sudah banyak akses yang didapat dari luar dengan kecanggihan teknologi mereka bisa tau lagu apa yang sedang booming saat ini.
- Musik Tradisional Yang Terlupakan
NKRI adalah sebuah negara yang meliputi ribuan pulau yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, dimana dari sekian banyaknya kepulauan beserta masyarakatnya tersebut lahir, tumbuh dan berkembang berbagai budaya daerah. Seni tradisional yang merupakan jati diri, identitas dan media ekspresi dari masyarakat pendukungnya.
Hampir seluruh wilayah NKRI mempunyai seni musik tradisional yang khusus dan khas. Dari keunikan tersebut bisa nampak terlihat dari teknik permainannya, penyajiannya maupun bentuk/organologi instrumen musiknya. Seni tradisonal itu sendiri mempunyai semangat kolektivitas yang tinggi, sehingga dapat dikenali karakter dan ciri khas masyarakat Indonesia, yaitu yang terkenal ramah dan santun.
- Sejarah Peninggalan Nenek Moyang
Candi Borobudur pernah menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia dimana di dalamnya terdapat Relif kuno yang memiliki kisah disetiap gambarnya. Misalnya kisah Roro Jonggrah yang diaptasi dari relif yang ada pada candi prambanan di daerah istimewa Yogyakarta, jika peninggalan sejarah seperti itu tidak dijaga maka akan rusak bahakan hilang oleh tangan – tangan jail manusia yang tidak bertanggung jawab. Banyak sudah artefak – artefak kuno yang seharusnya menjadi milik Negara dan di musiumkan malah di ambil dengan illegal lalu kemudian di perdagangkan.
2.3 Rekomendasi
a. Teknologi yang semakin canggih dan semakin pesat perkembangannya bisa dimanfaatkan dalam hal promosi kekhasan budaya nasional
b. Kesenian musik tradisional yang hampir terlupakan bisa menjadi kekuatan bagi kita dalam mempertahankan kebudayaan bangsa misalnya musik keroncong, banyak orang asing yang menyukai salah satu jenis kesenian ini terutama Jepang bahkan menjadikan musik keroncong sebagai salah satu kurikulum dalam belajar di salah satu universitasnya.
c. Benda – benda peninggalan sejarah yang sudah hampir punah harus kita jaga bahkan harus medapat hak paten bahwa itu adalah peninggalan budaya bangsa kita.
d. Sadar akan berhaganya budaya daerah semestiny adipupuk sejak dini sehingga keleastarian budaya yang kita miliki tidak tergerus oleh zaman.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kearifan Budaya Daerah Mendukung Ketahanan Budaya Nasional, dapat diterapkan dari segi apapun baik dari kesenian daerah, adat istiadat setiap suku bangsa, music tradisional dan peninggalan sejarah.
Oleh karena itu kita sebagai warga negara Indonesia dan juga sebagai generasi penerus bangsa harus selalu mencintai dan menjaga kelestarian budaya bangsa agar dapat di nikmati juga di pelajari oleh anak, cucu, maupun orang asing yang ingin mempelajari budaya kita dan bukan untuk mencuri dan mengakui sabagai budaya mereka.
3.2 Saran
Cintailah budaya bangsa untuk meningkatkan harkat dan derajat kita sebagai bangsa yang di anugrahi begitu banyak keanekaragamana budaya dan kesenian yang kita miliki dan juga suatu tidakkan yang bijak dan arif untuk mempertahankan kebudayaan nasional bangsa Indonesia.
No comments:
Post a Comment